Puasa Dan Kesabaran (Renungan dan Bekal Puasa di Tengah Wabah Corona)

PUASA DAN KESABARAN
(Renungan dan Bekal Puasa di Tengah Wabah Corona)
Oleh: Imaamul Muslimin KH. Yakhsyallah Mansur

Firman Allah ﷻ:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة [٢]: ١٨٣)

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183)
Berbeda dengan syariat lainnya yang perintahnya diulang beberapa kali dalam Al-Quran, perintah Shaum (puasa) Ramadhan hanya disebut satu kali dalam Al-Quran, yaitu pada ayat dan surah di atas (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183).
Para ulama banyak menghubungkan antara Puasa Ramadhan dengan kesabaran. Hal ini berdasarkan beberap hadits, antara lain:

صَوْمُ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاَثَةُ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ صَوْمُ الدَّهْرِ (رواه مسلم)

“Puasa di bulan Sabar (Ramadhan) dan tiga hari setiap bulan seperti puasa satu tahun” (H.R. Muslim)

الصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ (رواه الترمذى والبيهقى)

“Puasa itu separuh dari sabar”. (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Imaam Al-Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sempurna dari seorang laki-laki Bani Tamim sebagai berikut:

عَدَّهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي يَدِي أَوْ فِي يَدِهِ، التَّسْبِيحُ نِصْفُ الْمِيزَانِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ يَمْلَؤُهُ، وَالتَّكْبِيرُ يَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَالصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ ، وَالطُّهُورُ نِصْفُ الْإِيمَانِ (رواه البيهقى)

“Rasulullah ﷺ menghitung dengan tanganku atau dengan tangan-nya. Tasbih itu separuh timbangan dan tahniyah memenuhinya. Takbir itu memenuhi langit dan bumi. Puasa itu separuh dari sabar. Kesucian itu separuh dari iman”.
Para ulama berbeda pendapat tentang kekuatan hadits itu. Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengatakan, hadits ini maqbul (bisa diterima). At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini Hasan”. Sementara Nashiruddin Al-Bani mendhaifkan hadits ini.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi menukilkan hadits ini untuk menguat-kan tafsir ayat di atas. Ia mengatakan,” Sesungguhnya Allah mewa-jibkan kalian berpuasa adalah agar kalian mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah dengan jalan menjalankan perintah dan mencari pahala di sisi-Nya”. Dengan demikian, mental kita terdidik untuk menghadapi godaan nafsu syahwat yang dilarang dan kita dapat sabar (menahan diri) untuk tidak melakukannya (kemaksia-tan). Disebutkan dalam sebuah hadits:

الصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ

“Puasa itu separuh dari sabar.”
Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar sebagai berikut: “Sabar itu ada tiga macam; sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah ﷻ; sabar dalam mening-galkan hal-hal yang diharamkan Allah ﷻ; dan sabar dalam mengha-dapi takdir-takdir yang tidak sesuai dengan keinginan manusia”. Ketiga macam sabar ini, seluruhnya terkumpul dalam satu ibadah shaum (puasa) karena dengan shaum, kita harus bersabar dalam menajalankan ketaatan dan bersabar dalam mengekang semua keinginan syahwat yang diharamkan bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam menghadapi beratnya rasa lapar, haus dan lemahnya badan yang dialami oleh orang yang sedang berpuasa.
Secara bahasa, shaum dan sabar memiliki kesamaan arti, yaitu الْإِمْسَاكُ Al-Imsak (menahan diri). Menurut Ar-Raghib Al-Asfihani dalam “Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an”:

الصَّوْمُ فِى الْأَصْلِ الْإِمْسَاكُ مِنَ اْلفِعْلِ مَطْعَمًا كَانَ أَوْ كَلَامًا أَوْ مَشْيًا

“Puasa pada asalnya berarti menahan diri dari melakukan pekerja-an, baik makan, berbicara, atau berjalan”. Sedangkan sabar disebut-kan:

الصَّبْرُ الْإِمْسَاكُ فِى ضَيْقٍ

“Sabar adalah bertahan dalam kesulitan”.
Sementara dari segi pahala, antara puasa dan sabar juga terdapat kesamaan, yaitu mendapatkan pahala tanpa batas. Allah ﷻ berfir-man:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ (الزمر [٣٩]: ١٠)

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukup-kan pahala mereka tanpa batas” (Q.S. Az-Zumar [39]: 10).
Sedangkan Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

“Segala amalan kebaikan anak Adam dilipatgandakan pahalanya dengan 10 hingga 700 kali lipat. Allah berfirman: Kecuali puasa, puasa itu untukku dan Aku sendiri yang akan memberikan pahala-nya”. (H.R. Muslim).
Selama Shaum Ramadhan, kesabaran dan ketahanan mental indivi-du dan sosial diuji Allah ﷻ. Apakah kita tetap merasa ringan menge-luarkan derma untuk memberi buka orang lain, padahal kita sama-sama memerlukan setelah sama-sama menahan lapar dan dahaga seharian? Apakah kita sanggup untuk tidak meminum air tatkala berkumur-kumur ketika kita berwudhu, padahal ada kesempatan? Apakah kita masih konsisten melaksanakan shalat lima waktu dan shalat sunnah yang lain ketika cairan tubuh kita berkurang karena shaum? Apakah kita tetap semangat dan disiplin bekerja di tengah lapar dan dahaga yang mendera? Apakah syahwat kita tergoda dengan istri yang cantik di depan kita ketika tidak ada orang yang melihat kita?
Jadi, Shaum Ramadhan memang sarat dengan nilai-nilai kesabaran yang sangat kita perlukan saat ini di tengah-tengah mewabahnya COVID-19, Corona yang melanda seluruh dunia.
Wabah Corona adalah musibah yang harus kita hadapi dengan kesa-baran, sebagaimana disebutkan Allah ﷻ dalam Al-Quran:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧) (البقرة [٢]: ١٥٥-١٥٧)

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedi-kit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (ya-itu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucap-kan, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang menda-pat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. Al-Baqa-rah [2]: 155-157).
Rangkaian ayat ini merupakan tuntunan komprehensif dari Allah ﷻ dalam menghadapi musibah yang didefinisikan oleh ulama:

كُلُّ مَكْرُوْهٍ يَحِلُّ بِالْإِنْسَانِ

“Segala sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia”.
Dengan menggunakan kalimat Ta’kid (penguatan), Allah ﷻ menje-laskan bahwa setiap manusia tidak mungkin lepas dari musibah. Namun Allah ﷻ juga mengisyaratkan agar manusia tetap berpikir positif dalam menghadapi musibah karena walaupun sebesar apa-pun musiabah yang dirasakan, itu masih lebih sedikit dibanding besarnya rahmat Allah ﷻ yang diberikan kepada manusia sebagai-mana yang dapat kita fahami dari “ Min” yang menurut Ibnu Katsir artinya “sedikit dari”. Di samping itu, Allah ﷻ juga menyatakan bahwa manusia akan keluar dari musibah itu asal mereka sabar menghadapinya.
Dengan kesabaran, segala kesedihan dan dampak dari segala musi-bah itu akan dapat diatasi karena sabar pada hakikatnya adalah kemampuan jiwa untuk menghimpun potensi diri guna men-cari jalan keluar untuk mengatasi musibah dan tidak hanya berkeluh kesah.
Orang yang sabar akan mengembalikan segala musibah kepada Allah ﷻ. Ketika musibah datang, ia akan mengucapkan istirja.

اِنَّا لِلَّهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

“Sesungguhnya kita semua milik Allah dan akan kembali kepada-Nya”.
Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauzi, kalimat istirja ini adalah ucapan paling ampuh untuk mengobati penyakit karena musibah, amat mujarab bagi orang yang tertimpa musibah di dunia dan akhirat karena kalimat ini mengandung dua pokok penting yang bila diketahui oleh seorang hamba dengan sebaik-baiknya, pasti dia akan terhibur.
Pokok pertama; bahwa seorang hamba, keluarga dan seluruh hartanya adalah benar-benar milik Allah ﷻ. Semua itu diberikan kepada seorang hamba adalah sebagai pinjaman belaka. Kalau Allah ﷻ mengambilnya kembali, tak ubahnya seperti seorang pemberi pinjaman yang mengambil kembali barang miliknya dari orang yang diberi pinjaman. Seorang hamba hanya bisa mengurus barang yang dipinjamnya tanpa bisa memilikinya karena pemilik sesung-guhnya adalah Allah ﷻ.
Pokok kedua; tempat kembali dan berpulangnya seorang hamba hanyalah kepada Allah Sang Penguasa yang Haq. Seseorang pasti akan meninggalkan dunia ini, untuk kembali kepada Allah ﷻ seorang diri, sama seperti dahulu ia dilahirkan dan diciptakan, tanpa sanak saudara, tanpa harta dan tanpa keluarga. Setelah ia mati, yang dibawanya hanyalah amal kebajikan dan keburukan. Kalaulah demi-kian, awal keadaan seorang hamba dan akhir keberadaannya, bagai-mana ia harus bergembira sedemikian rupa atas adanya sesuatu atau bersedih sedemikian rupa karena kehilangan sesuatu.
Tehadap orang yang sabar ini, Allah ﷻ memerintahkan kepada Rasulullah Muhammad ﷺ untuk memberi kabar gembira berupa keberkahan dan rahmat dari-Nya. Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menukilkan ucapan Amirul Mukminin Umar bin Khattab , “Sebaik-baik dua jenis balasan dan tambahan adalah yang disebut-kan dalam firman Allah: Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan-Nya” (awal surah Al-Baqarah: 152). Kedua jenis balasan itu adalah berkah dan rahmat yang sempurna. Dan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: “Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (ujung surah Al-Baqarah: 157) adalah balasan tambahannya yang ditambahkan di antara kedua balasan tersebut sehingga mereka mendapat pahala sekaligus tambahannya. Jadi, sabar akan mendapat tiga balasan, dua yang pokok, yaitu shalawat dan rahmat, sedangkan tambahannya adalah hidayah.
Sebagian ulama menjelaskan tiga balasan yang akan diterima oleh orang yang sabar sebagai berikut:
1. Shalawat (anugerah) berupa perlindungan dan pengampunan dosa dari Allah ﷻ.
2. Rahmat (kasih sayang) berupa kasih sayang yang tidak pernah putus sepanjang hidup bahkan setelah meninggal dunia.
3. Hidayah (petunjuk) yaitu berupa petunjuk dari Allah sehingga dapat mengatasi musibah tersebut.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan Shaum Ramadhan ini sebagai sarana untuk memantapkan kesabaran kita dalam menghadapi virus Corona ini sehingga kita tetap tenang dan optimis bahwa wabah ini dapat berakhir sebagaimana optimisme kita menanti datangnya waktu berbuka saat kita sedang lapar dan dahaga ketika kita sedang berpuasa.

Jalan Menuju Kesabaran
Sabar bukanlah perkara yang mudah, terlebih dalam menghadapi musibah pada benturan pertama. Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan:

إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى (رواه البخاى)

“Hanyasanya kesabaran adalah pada saat pertama benturan di awal terjadi musibah”. (H.R Al-Bukhari)

Hadits yang bersumber dari Anas bin Malik ini diriwayatkan oleh Imaam Al-Bukhari dengan asbabul wurudnya sebagai berikut: Nabi ﷺ melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan, lalu beliau bersabda: Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah”. Kemudian wanita itu berkata: “Menjauhlah dariku, sesungguhnya Engkau tidak pernah merasakan musibahku”. Ia tidak mengetahui bahwa yang mengatakan itu adalah Nabi. Kemudian ada seseorang yang memberitahukan kepada wanita itu bahwa yang barusan berbicara kepadanya adalah Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian wanita itu datang ke rumah Nabi. Ia tidak mendapati di rumah Nabi Muhammad ﷺ terdapat penjaga (pengawal pribadi) sehingga ia langsung bisa bertemu dengan Nabi. Kemudian wanita itu berkata: “Maaf, saya tadi tidak mengetahui kalau yang berbicara denganku adalah Engkau wahai Rasulullah”. Lalu beliau ﷺ bersabda,” Hanya-sanya kesabaran adalah pada waktu pertama benturan”. Artinya, yang dinamakan sabar adalah sikap ikhlas kita menerima musibah itu pada saat pertama. Jika kita menerima ketentuan musibah setelah berlalunya waktu musibah itu datang, maka itu bukanlah sebenar-benar kesabaran.

Walaupun kesabaran itu tidak mudah, tetapi ada beberapa jalan yang dapat kita lakukan untuk menggapainya, antara lain:

1. Mohon pertolongan kepada Allah
Di dalam Al-Quran paling tidak terdapat dua ayat yang menga-jarkan manusia agar diberikan kesabaran oleh Allah ﷻ:

قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (البقرة [٢]:٢٥٠)

“Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 250).

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ (الاعراف [٧]: ١٢٦)

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)”. (Q.S. Al-A’raf [7]: 126)

2. Mengetahui watak kehidupan
Allah ﷻ berfirman:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ (البلد [٩٠]: ٤)

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”. (Q.S. Al-Balad [90]: 4)

Ayat ini memberitahukan bahwa kehidupan manusia itu selalu diliputi permasalahan, penderitaan dan cobaan. Untuk mengha-dapinya, diperlukan kesabaran. Ali bin Abi Thalib mengi-ngatkan betapa pentingnya sikap sabar dalam menghadapi permasalah kehidupan, melalui ucapannya: “Ketahuilah bahwa sabar, jika dilihat dalam permasalahan seseorang, ibarat kepala dengan tubuh. Jika kepalanya hilang, maka seluruh bagian tubuh akan membusuk. Sama halnya dengan kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rumit dan sulit diselesaikan”.
3. Optimis akan adanya Jalan Keluar
Sikap optimis akan menguatkan kesabaran, menghalau kecema-san dan keputusasaan ketika menghadapi musibah.
Optimisme inilah yang membuat Nabi Ya’qub tetap sabar setelah kehilangan putra yang sangat ia sayangi, Yusuf dan Benyamin.

فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا ۚ (يوسف:٨٣)

“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku”. (Q.S. Yusuf [12]: 83).

4. Meyakini bahwa Kesabaran adalah Kunci Kesuksesan
Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (ال عمران [٣]:٢٠٠)

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuat-kanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu berun-tung”. (Q.S. Ali Imran [3]: 200).

Pada ayat ini, Allah menginformasikan kepada orang-orang ber-iman bahwa kunci keberhasilan itu terletak pada empat hal, yaitu sabar, menguatkan kesabaran, bersiap siaga dan bertaq-wa.

Said Hawa mengatakan bahwa sabar adalah sikap yang sangat penting yang harus dimiliki manusia. Manusia dilahirkan untuk diuji kualitas diri dan jiwanya. Sifat sabar adalah cara terbaik untuk menghadapi berbagai ujian hidup. Begitu pentingnya sifat sabar ini, sehingga Allah ﷻ menyebut tidak kurang dari 90 ayat dalam Al-Quran. Kesabaran akan menjadi jalan untuk meraih kemuliaan hidup.

5. Beriman kepada takdir Allah
Firman Allah ﷻ:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (الحديد: ٢٢)

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguh-nya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid [57]: 22).

Apabila takdir (ketetapan) Allah itu pasti terlaksana, meski manusia itu rela atau tidak, bersabar atau tidak. Maka dari itu, kesabaran adalah sikap terbaik dalam menghadapinya sehingga perasaan manusia akan menjadi lapang serta mendapatkan pahala dari Allah karena kerelaan menerima takdir yang berlaku pada dirinya tersebut.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ﷻ mengatakan:

مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِي ، وَلَمْ يَصْبِرْ عَلَى بَلائِي ، فَلْيَلْتَمِسْ رَبًّا سِوَاي (رواه الطبرانى وابن عساكر)

“Barang saiapa yang tidak rela menerima ketetapan-Ku dan tidak sabar menghadapi ujian-Ku, maka carilah tuhan selain Aku”. (H.R. Thabrani dan Ibnu Asakir).

Hadits ini sanadnya dhaif, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama Said bin Ziad, dia adalah perawi lemah. Akan tetapi, dari segi isinya (matan) dapat diterima.

6. Meneladani Orang-orang yang Bersabar
Firman Allah ﷻ:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (الانعام [٦]: ٣٤)

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan peng-aniayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesung-guhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu”. (Q.S. Al-An’am [6]: 34)

Ayat ini merupakan sebagian ayat untuk menghibur Nabi Muhammad ﷺ dan orang-orang yang beriman bahwa pendusta-an dan gangguan itu bukan hal yang baru dalam sejarah para Rasul dan penegak kebenaran. Dengan meneladani mereka yang bersabar, maka musibah yang menimpa akan terasa ringan dan kesabaran makin tertanam dalam jiwa.

7. Menjauhi perilaku yang merusak kesabaran
Di antara perilaku yang merusak kesabaran antara lain:
a. Ketergesaan
Firman Allah ﷻ:

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ ۚ (الاحقاف[٤٦] :٣٥)

“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempu-nyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka”. (Q.S. Al-Ahqaf [46]: 35)

Ayat ini secara tekstual ditujukan kepada Rasulullah ﷺ, tetapi secara kontekstual ditujukan juga kepada ummatnya agar tidak meminta disegerakan siksa bagi orang-orang kafir karena siksaan itu telah ditentukan waktunya. Kadang-kadang, manusia lupa terhadap ketentuan waktu dan tergesa-gesa agar ketentuan waktu itu disegerakan (gege mongso – bahasa jawa). Padahal dalam penciptaan Allah ﷻ ada sunnah yang tidak berubah yaitu bahwa segala sesuatu itu ada masanya (waktunya) yang telah ditetapkan Allah ﷻ dan tidak dapat dipengaruhi oleh ketergesaan manusia.

b. Kemarahan
Firman Allah ﷻ:

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ (الفتح [٤٨]: ٢٦)

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin”. (Q.S. Al-Fath [48]: 26)

Pada ayat ini, Allah ﷻ mencela orang Kafir yang menampak-kan kesombongan yang timbul karena kemarahan membela kebatilan. Sementara Allah ﷻ memuji Rasulullah ﷺ dan orang-orang beriman sebab ketenangan yang dikaruniakan Allah kepada mereka.

Sebagian sahabat Rasulullah ﷺ berkata: “Pokok pangkal kebodohan adalah sifat kasar dan pembimbingnya adalah kemarahan. Barang siapa ingin tetap bodoh, maka tidak perlu mempunyai sifat sabar. Kesabaran adalah bagaikan hiasan dan banyak manfaatnya. Sedangkan kebodohan ada-lah cela yang banyak bahayanya”.

Ja’far bin Muhammad berkata: “Marah adalah kunci segala keburukan”.

c. Putus Asa

وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (يوسف [١٢]: ٨٧)

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesung-guhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS. Yusuf [12]: 87)

Orang yang berputus asa biasanya disebabkan dua hal pokok:
1. Ketika ditimpa musibah dan berbagai cobaan lainnya, seperti sakit, gagal dalam pekerjaan, problema rumah tangga yang berkepanjangan dan sebagainya.
2. Ketika terjerumus ke dalam dosa besar yang sulit diam-puni oleh Allah ﷻ. Padahal Allah Maha Pengampun. Se-besar atau seberat apapun dosa kita, selama kita berusa-ha bertaubat, apalagi atubatan nasuha, maka Allah ﷻ pasti akan mengampuni dosa-dosa tersebut. Allah ﷻ berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (الزمر [٣٩]: ٥٣)

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Az-Zumar [39]: 53).

Mungkin Anda juga menyukai